SYARAT WAJIB DAN CARA MENGELUARKAN ZAKAT

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Syarat Wajib dan Cara Mengeluarkan Zakat

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc

PENGANTAR
Salah satu rukun Islam yang harus diamalkan seorang muslim, ialah menunaikan zakat. Keyakinan ini didasari perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Quran dan Sunnah. Bahkan hal ini sudah menjadi konsensus (ijma’) yang tidak boleh dilanggar.

Adapun dalil dari Al Qur’an, diantaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. [At Taubah :103].

Dan firmanNya:

وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ

“Dan tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. [Al Baqarah:110].

Kemudian dalil dari Sunnah, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ بَعَثَ ِمُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ إِلَى الْيَمَنِ قَالَ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

“Sesungguhnya ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, (beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berkata, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab. Karena itu, jika engkau menjumpai mereka, serulah mereka kepada syahadat, tidak ada yang berhak disembah dengan haq, kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mentaati engkau dalam hal itu, maka ajarilah mereka, bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari- semalam. Jika mereka telah mentaatimu dalam hal tersebut, maka ajarilah mereka, bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shadaqah atas harta mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagi-bagikan kepada para faqir miskin dari mereka. Jika mereka telah mentaatimu dalam hal tersebut, maka berhati-hatilah terhadap harta-harta kesayangan mereka dan bertaqwalah dari doa-doa orang yang dizhalimi, karena tidak ada penghalang darinya dengan Allah”.[1]

Sedangkan dalil dari ijma’, kaum muslimin telah bersepakat atas kewajibannya, sebagaimana telah dinukilkan oleh Ibnu Qudamah [2] dan Ibnu Rusyd [3].

Kewajiban ini, tentunya memiliki syarat dan cara yang harus diperhatikan kaum muslimin, sehingga dapat menunaikan kewajibannya membayar zakat dengan benar dan tepat.

PERSYARATAN KEWAJIBAN MENGELUARKAN ZAKAT
Syarat-syarat wajibnya mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:

1. Islam.
Islam menjadi syarat kewajiban mengeluarkan zakat dengan dalil hadits Ibnu Abbas di atas. Hadits ini mengemukakan kewajiban zakat, setelah mereka menerima dua kalimat syahadat dan kewajiban shalat. Hal ini tentunya menunjukkan, bahwa orang yang belum menerima Islam tidak berkewajiban mengeluarkan zakat [4]

2. Merdeka.
Tidak diwajibkan zakat pada budak sahaya (orang yang tidak merdeka) atas harta yang dimilikinya, karena kepemilikannya tidak sempurna. Demikian juga budak yang sedang dalam perjanjian pembebasan (al mukatib), tidak diwajibkan menunaikan zakat dari hartanya, karena berhubungan dengan kebutuhan membebaskan dirinya dari perbudakan. Kebutuhannya ini lebih mendesak dari orang merdeka yang bangkrut (gharim), sehingga sangat pantas sekali tidak diwajibkan [5].

3. Berakal Dan Baligh.
Dalam hal ini masih diperselisihkan, yaitu berkaitan dengan permasalahan zakat harta anak kecil dan orang gila. Yang rajih (kuat), anak kecil dan orang gila tidak diwajibkan mengeluarkan zakat. Akan tetapi kepada wali yang mengelola hartanya, diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya, karena kewajiban zakat berhubungan dengan hartanya [6].

4. Memiliki Nishab.
Makna nishab disini, ialah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan batas kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran tersebut [7]. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَيَسْئَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ اْلأَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ

“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berfikir”. [Al Baqarah:219].

Makna al afwu adalah harta yang telah melebihi kebutuhan. Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang. [8]

SYARAT-SYARAT NISHAB
Adapun syarat-syarat nishab ialah sebagai berikut:

1. Harta tersebut diluar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang, seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.

2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab [9] dengan dalil hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لاَ زَكَاةَ فِيْ مَالٍ حَتَّى يَحُوْلَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun)” [10].

Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian juga zakat harta karun, yang diambil ketika menemukannya.

Misalnya, jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan berzakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Kemudian jika kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga mencapai 40 ekor, maka kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab tersebut [11].

NISHAB, UKURAN DAN CARA MENGELUARKAN ZAKATNYA.
1. Nishab Emas Dan Ukuran Zakatnya.
Adapun nishab emas sebanyak 20 dinar. Dinar yang dimaksud ialah dinar Islam. Ukuran satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Jadi 20 dinar itu setara dengan 85 gram emas murni. Demikian ini yang telah ditetapkan oleh Syaikh Muhammad Al Utsaimin [12] dan Yusuf Qardhawi [13].

Dalil nishab ini ialah hadits Ali bin Abi Thalib, beliau berkata: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ

“Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas- sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya (zakat) 1/2 dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada di harta zakat, kecuali setelah satu haul” [14].

Kemudian dari nishab tersebut diambil 2,5 % atau 1/40. Dan kalau lebih dari nishab dan belum sampai pada ukuran kelipatannya, maka diambil dan diikutkan dengan nishab yang awal. Demikian menurut pendapat yang rajih (kuat).
Misalnya : seseorang memiliki 87 gram emas yang disimpan maka jika telah sampai haulnya maka wajib atasnya untuk mengeluarkan zakatnya 87/40 = 2,175 gram atau uang seharga tersebut.

2. Nishab Perak Dan Ukuran Zakatnya.
Adapun nishab perak adalah 200 dirham. Setara dengan 595 gram, sebagaimana hitungan Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumti’ 6/104 dan diambil darinya 2,5% dengan perhitungan sama dengan emas.

3. Nishab Binatang Ternak Dan Ukuran Zakatnya.
Adapun syarat wajib zakat pada binatang ternak sama dengan di atas dan ditambah satu syarat, yaitu binatangnya digembalakan dipadang rumput yang mubah daripada dicarikan makanan.

وَفِي صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ…..

“Dan dalam zakat kambing yang digembalakan diluar; kalau sampai 40 ekor sampai 120 ekor …” [15]

Sedangkan ukuran nishab dan yang dikeluarkan zakatnya ialah sebagai berikut:

1. ONTA.
Nishab onta ialah 5 ekor. Perhitungan selengkapnya sebagai berikut:

JUMLAH ONTA JUMLAH YANG DIKELUARKAN
5 – 9 ekor——>Satu ekor kambing
10 – 14 ekor –>Dua ekor kambing
15 – 19 ekor—>Tiga ekor kambing
20 – 24 ekor—>Empat ekor kambing
25 – 35 ekor –>Satu ekor bintu makhad
36 – 45 ekor—>Satu ekor bintu labun
46 – 60 ekor—>Satu ekor hiqqah
61 – 75 ekor—>Satu ekor jadzah
76 – 90 ekor—>Dua ekor bintu labun
91 – 120 ekor ->Dua ekor hiqqah
121 ekor ——>Tiga ekor bintu labun
130 ekor ——>Satu ekor hiqqah dan dua ekor bintu labun
140 ekor ——>Dua ekor hiqqah dan dua ekor bintu labun
150 ekor ——>Tiga ekor hiqqah
160 ekor ——>Empat ekor bintu labun
170 ekor ——>Satu ekor hiqqah dan tiga ekor bintu labun
180 ekor ——>Dua ekor hiqqah dan dua ekor bintu labun

Keterangan :
1. Bintu makhad ialah onta yang telah berusia satu tahun.
2. Bintu labun ialah onta yang berusia dua tahun.
3. Hiqqah ialah onta yang telah berusia tiga tahun.
4. Jadzah ialah onta yang berusia empat tahun.

2. SAPI.
Nishab sapi ialah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada zakatnya. Cara penghitungan sebagai berikut.

JUMLAH SAPI JUMLAH YANG DI KELUARKAN
30 – 39 ekor–>Satu ekor tabi’ atau tabi’ah
40 – 59 ekor–>Satu ekor musinah
60 ekor ——–>Dua ekor tabi’ atau dua ekor tabi’ah
70 ekor ——–>Satu ekor tabi’ dan satu ekor musinnah
80 ekor ——–>Dua ekor musinnah
90 ekor ——–>Tiga ekor tabi’
100 ekor ——>Dua ekor tabi’ dan satu ekor musinnah.

Keterangan :
1. Tabi’ dan tabi’ah ialah sapi jantan dan betina yang berusia setahun.
2. Musinnah ialah sapi betina yang berusia dua tahun.
3. Setiap 30 ekor sapi zakatnya ialah satu ekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi, zakatnya ialah satu ekor musinnah.

3. KAMBING
Nishab kambing ialah 40 ekor. Perhitungannya sebagai berikut:

JUMLAH KAMBING JUMLAH YANG DIKELUARKAN
40 ekor —————>Satu ekor kambing
120 ekor ————->Dua ekor kambing.
201 – 300 ekor —–>Tiga ekor kambing.
Lebih dari 300 ekor->Setiap 101 ekor kambing.

Dalil perhitungan nishab zakat binatang ternak.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
هَذِهِ فَرِيضَةُ الصَّدَقَةِ الَّتِي فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ وَالَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا رَسُولَهُ فَمَنْ سُئِلَهَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ عَلَى وَجْهِهَا فَلْيُعْطِهَا وَمَنْ سُئِلَ فَوْقَهَا فَلَا يُعْطِ فِي أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ مِنْ الْإِبِلِ فَمَا دُونَهَا مِنْ الْغَنَمِ مِنْ كُلِّ خَمْسٍ شَاةٌ إِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ إِلَى خَمْسٍ وَثَلَاثِينَ فَفِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ أُنْثَى فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَثَلَاثِينَ إِلَى خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ فَفِيهَا بِنْتُ لَبُونٍ أُنْثَى فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَأَرْبَعِينَ إِلَى سِتِّينَ فَفِيهَا حِقَّةٌ طَرُوقَةُ الْجَمَلِ فَإِذَا بَلَغَتْ وَاحِدَةً وَسِتِّينَ إِلَى خَمْسٍ وَسَبْعِينَ فَفِيهَا جَذَعَةٌ فَإِذَا بَلَغَتْ يَعْنِي سِتًّا وَسَبْعِينَ إِلَى تِسْعِينَ فَفِيهَا بِنْتَا لَبُونٍ فَإِذَا بَلَغَتْ إِحْدَى وَتِسْعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ فَفِيهَا حِقَّتَانِ طَرُوقَتَا الْجَمَلِ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ فَفِي كُلِّ أَرْبَعِينَ بِنْتُ لَبُونٍ وَفِي كُلِّ خَمْسِينَ حِقَّةٌ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ إِلَّا أَرْبَعٌ مِنْ الْإِبِلِ فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا فَإِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا مِنْ الْإِبِلِ فَفِيهَا شَاةٌ وَفِي صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ إِلَى مِائَتَيْنِ شَاتَانِ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى مِائَتَيْنِ إِلَى ثَلَاثِ مِائَةٍ فَفِيهَا ثَلَاثُ شِيَاهٍ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى ثَلَاثِ مِائَةٍ فَفِي كُلِّ مِائَةٍ شَاةٌ فَإِذَا كَانَتْ سَائِمَةُ الرَّجُلِ نَاقِصَةً مِنْ أَرْبَعِينَ شَاةً وَاحِدَةً فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا وَفِي الرِّقَّةِ رُبْعُ الْعُشْرِ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ إِلَّا تِسْعِينَ وَمِائَةً فَلَيْسَ فِيهَا شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا

“Ini adalah kewajiban zakat yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kaum muslimin dan yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui RasulNya: Dalam setiap 24 ekor onta dan yang kurang dari itu (zakatnya) kambing; pada setiap 5 ekor (onta), (zakatnya) satu kambing. Kalau telah sampai 25 ekor sampai 35 ekor, maka ada (zakat) binti makhad (onta perempuan yang berusia satu tahun); jika tidak ada, (maka) boleh dengan ibnu labun (onta laki-laki yang berusia dua tahun). Jika sampai 36 hingga 45 ekor, terdapat padanya binti labun (onta perempuan berusia dua tahun). Kalau sampai 46 hingga 60 ekor, terdapat hiqqah (onta perempuan yang telah sempurna berusia 3 tahun) yang siap dihamili oleh onta laki-laki. Kalau sampai 61 hingga 75 terdapat, jidzah(onta yang telah berusia 4 tahun). Kalau sampai 76 hingga 90 ekor, terdapat 2 bintu labun. Kalau sampai 91 hingga 120 ekor, terdapat 2 hiqqah. Kalau sampai lebih dari 120, maka setiap 40 ekor ada bintu labin dan setiap 50 hiqqah. Dan barangsiapa yang memiliki kurang dari 4 ekor onta, maka tidak ada zakatnya kecuali kalau pemiliknya menghendaki. Dan dalam zakat kambing yang digembalakan diluar; kalau sampai 40 ekor hingga 120 ekor ada satu ekor kambing. Dan jika lebih dari 120 sampai 200 ekor, ada 2 ekor. Jika lebih dari 200 sampai 300 ekor, (maka) ada 3 ekor dan kalau lebih dari 300 ekor, maka setiap 100 ekor ada satu ekor kambing. Jika gembalaan seseorang kurang dari 40, seekor saja maka tidak terdapat zakat, kecuali bila pemiliknya menghendakinya ” [16].

4. Nishab Zakat Hasil Pertanian Dan Buah-Buahan Serta Ukuran Zakatnya.
Zakat hasil pertanian dan buah-buahan disyari’atkan dalam Islam dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَهُوَ الَّذِي أَنشَأَ جَنَّاتٍ مَّعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَآأَثْمَرَ وَءَاتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلاَتُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermaca-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. [Al An’am :141]

Adapun nishabnya ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah n :

لَيْسَ فِيْمَا دُوْنَ خَمْسَةِ أَوْسُقِ صَدَقَةٌ

“Tidak ada di bawah lima wasaq zakat”.[17]

Satu wasaq setara dengan 60 sha’ [18]. Sedangkan satu sha’ setara dengan 2,175 kg [19] atau 3 kg.

Demikian menurut takaran Lajnah Daimah Li Al Fatwa Wa Al Buhuts Al Islamiyah (Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia). Berdasarkan fatwa dan amal resmi yang berlaku di Saudi Arabia, maka nishab zakat hasil pertanian ialah 300 x 3 = 900 kg. Adapun ukuran yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan (menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak 1/20 (5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka zakatnya sebanyak 1/10 (10%). Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

فِيْمَا سَقَتْ الأَنْهَارُ وَالغَيْمُ الْعُشُوْرُوَ فِيْمَا سُقِِيَ بِالسَّانِيَةِ نِصْفُ الْعُشُوْرِ

“Pada yang disirami oleh sungai dan hujan, maka sepersepuluh (1/10); dan yang disirami dengan pengairan (irigasi), maka seperduapuluh (1/20)”.[20]

Misalnya: seorang petani berhasil menuai hasil panennya sebanyak 1000 kg. Maka ukuran zakat yang dikeluarkan bila dengan pengairan (alat siram tanaman) ialah 1000 x 1/20 = 50 kg. Bila tadah hujan, sebanyak 1000 x 1/10 = 100 kg.

5. Nishab Zakat Barang Dagangan Dan Ukuran Zakatnya.
Pensyariatan zakat barang dagangan masih diperselisihkan para ulama. Menurut pendapat yang mewajibkan zakat perdagangan, nishab dan ukuran zakatnya sama dengan nishab dan ukuran zakat emas.

Adapun syarat-syarat mengeluarkan zakat perdagangan, sama dengan syarat-syarat yang ada pada zakat yang lain, dan ditambah dengan tiga syarat lainnya,yaitu:

a. Memilikinya dengan tidak dipaksa, seperti dengan membeli, menerima hadiah dan yang sejenisnya.
b. Memilikinya dengan niat untuk perdagangan.
c. Nilainya telah sampai nishab. [21]

Seorang pedagang harus menghitung jumlah nilai barang dagangan dengan harga asli (beli), lalu digabungkan dengan keuntungan bersih setelah dipotong hutang.

Misalnya: Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir tahun dengan jumlah total sebesar Rp 200.000.000,- dan laba bersih sebesar Rp 50.000.000,- Sementara itu, ia memiliki hutang sebanyak Rp 100.000.000,- Maka perhitungannya sebagai berikut:

Modal – hutang : Rp 200.000.000,- – Rp 100.000.000,- = Rp 100.000.000,-
Jadi jumlah harta zakat adalah Rp 100.000.000,- + Rp 50.000.000,- = Rp 150.000.000,-
Zakat yang harus dibayarkan: Rp 150.000.000,- x 2,5% = Rp 3.750.000,- [22]

6. Nishab Zakat Harta Karun Dan Ukuran Zakatnya.
Harta karun yang ditemukan, wajib dizakati secara langsung tanpa mensyaratkan nishab dan haul, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَفِيْ الرِّكَازِ الْخُمُسُ

“Dalam harta karun temuan terdapat seperlima zakatnya”. [23]

CARA MENGHITUNG NISHOB.
Dalam menghitung nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu pada masalah, apakah yang dilihat nishab selama setahun ataukah hanya dilihat pada awal dan akhir tahun saja?

Al Imam An Nawawi berkata,“Menurut mazdhab kami (Syafi’i), mazdhab Malik, Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya –dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman pada hitungan haul, seperti: emas, perak dan binatang ternak– keberadaan nishab pada semua haul (selama setahun). Sehingga, kalau nishab tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputuslah (hitungan) haul. Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungannya lagi, ketika sempurna nishab tersebut [24]. Inilah pendapat yang rajih, insya Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Misalnya nishab tercapai pada bulan Muharram 1423 H, lalu bulan Rajab pada tahun itu, ternyata hartanya berkurang dari nishabnya. Maka terhapuslah perhitungan nishabnya. Kemudian pada bulan Ramadhan (pada tahun itu juga), hartanya bertambah hingga mencapai nishab. Maka dimulai lagi perhitungan pertama dari bulan Ramadhan tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai satu tahun sempurna, lalu dikeluarkanlah zakatnya.

Demikian tulisan singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 07/Tahun VII/1424/2003M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]
_______
Footnote
[1]. Hadits riwayat Al Jamaah.
[2]. Lihat Al Mughni, karya Ibnu Al Qudamah 4/5.
[3]. Lihat Bidayah Al Mujtahidin 1/244.
[4]. Lihat Al Wajiz Fi Fiqhi Al Sunnah Wa Al Kitabi Al Aziz, karya Abdul’azhim bin Badawi, hal. 212 dan Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama’, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal. 115.
[5]. Lihat Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama’, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal. 118.
[6]. Ibid, hal. 117-118.
[7]. Lihat Syarh Al Mumti’ ‘Ala Zaad Al Mustaqni’, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin 6/20
[8]. Lihat Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama’, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal. 119.
[9]. Lihat Fiqh As Sunnah, karya Sayyid Sabiq 1/467.
[10]. Hadits ini diriwayatkan dari beberapa jalan periwayatan. Diriwayatkan dari jalan periwayatan Ibnu Umar oleh At Tirmidzi 1/123, dari jalan periwayatan ‘Aisyah oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya no. 1793, dari periwayatan Anas bin Malik oleh Al Daraquthni dalam Sunan-nya no. 199 dan periwayatan
Ali bin Abi Thalib oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no. 1573. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam kitab Irwa Al Ghalil, 3/254-258.
[11]. Lihat Syarh Al Mumti’ 6/ 24.
[12]. Dalam Syarh Al Mumti’ 6/103.
[13]. Dalam Fiqhu Az Zakat.
[14]. Hadits Ali bin Abi Thalib ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no.1573 dan Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 4/95. Hadits ini dihasankan Syaikh Al Albani dalam Irwa’ Al Ghalil 3/256.
[15]. Hadits diriwayatkan Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya no. 1362.
[16]. Hadits diriwayatkan Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya no. 1362.
[17]. Muttafaqun ‘alaihi.
[18]. Menurut kesepakatan, lihat penjelasan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 3/364.
[19]. Menurut hitungan Syaikh Abdullah bin Sulaiman Alimani’ dalam makalah beliau yang berjudul Bahtsun Fi Tahwili Al Mawaziin Wa Al Makayil Al Syari’ah Ila Al Maqadir Al Mu’ashir, dalam Majalah Buhuts Al Islami Edisi 59, hal. 195. Menurut perhitungan beliau, nishab zakat pertanian dan buah-buahan ialah 300 x 2,175 = 652,5 kg.
[20]. Riwayat Muslim 2/673.
[21]. Lihat naskah penulis dalam majalah As Sunnah edisi 05/IV/1420/2000
[22]. Lihat Panduan Praktis Menghitung Zakat, karya Adil Rasyad Ghanim (edisi terjemahan), hal. 14.
[23]. Muttafaqun ‘alaihi. Lihat Al Wajiz Fi Fiqhi Al Sunnah Wa Al Kitabi Al Aziz, hal. 218.
[24]. Dinukil oleh Sayyid Sabiq dari ucapannya dalam Fiqh as-Sunnah 1/468


Sumber: https://almanhaj.or.id/2805-syarat-wajib-dan-cara-mengeluarkan-zakat.html

INILAH KEMULIAAN DAN KEISTIMEWAAN MALAM LAILATUR QADAR

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sebagai umat muslim yang taat beribadah, kita tentunya tidak akan melewatkan ibadah dimalam-malam mulia seperti Malam Ramadhan ini, terutama kita akan menunggu malam lailatur qadar yang sangat mulia dan istimewa. keutamaan kemuliaan malam lailatul qadar di bulan Ramadhan tercantum di dalam Al-Qur'an surat Al-Qadar yang artinya :"Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan".Malam Lailatul Qadar adalah malam yang dimuliakan Alloh SWT, yang nilainya lebih baik daripada 1.000 bulan atau 30.000 kali malam biasa.

Di Lailatul Qadar tersebut, para malaikat turun ke bumi. Ada yang mengatakan mereka turun dengan membawa rahmat, keberkahan dan ketentraman bagi manusia. Ada yang berpendapat, mereka turun membawa semua urusan yang ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk masa satu tahun. Sebagaimana yang tertera dalam firman-Nya:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami.  Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul." (QS. Al-Dukhan: 3-5)

Keberkahan lailatul qadar adalah merupakan bagian dari hikmah keutamaan bulan Ramadhan itu sendiri. Dimana salah satu malam yang diselimuti keberkahan hanya terdapat pada salah satu malam di bulan Ramadhan. Betapa agungnya Ramadhan sehingga tak ada selainnya yang mendapatkan malam mulia yang lebih baik dari seribu bulan. 

Rasulullah SAW bersabda yang artinya : "Barangsiapa yang beribadah pada malam Lailatul Qadr, niscaya diampuni dosa-dosanya yang sudah lewat". (HR Bukhari dan Muslim).

Keistimewaan malam Lailatul Qadar jika dibandingkan dengan malam lainnya tentunya tidaklah sama. Disamping hadir di saat malam bulan ramadhan yang tentunya bulan penuh barokah dan ampunan, malam Lailatul Qadar juga memiliki keistimewaan sebagaimana sudah tertulis dalam Al Qur’an ataupun dalam hadist Nabi Muhammad SAW.


InilahTanda Ciri-Ciri Malam Lailatul Qadar

Untuk mendapatkan keberkahan dan kemuliian lailatul qadar tentunya kita selaku Umat Islam perlu untuk mengenali akan tanda-tanda malam lailatul qadar telah tiba di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.

Berikut beberapa ciri-ciri datangnya lailatul qadar berdasarkan beberapa dalil hadist seperti yang dilansir dari webiste eramuslim com antara lain adalah sebagai berikut :
  1. Sabda Rasulullah saw,”Lailatul qodr adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari pada hari itu bersinar kemerahan lemah.” Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah yang dishahihkan oleh Al Bani.
  2. Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya aku diperlihatkan lailatul qodr lalu aku dilupakan, ia ada di sepuluh malam terakhir. Malam itu cerah, tidak panas dan tidak dingin bagaikan bulan menyingkap bintang-bintang. Tidaklah keluar setannya hingga terbit fajarnya.” (HR. Ibnu Hibban).
  3. Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya para malaikat pada malam itu lebih banyak turun ke bumi daripada jumlah pepasiran.” (HR. Ibnu Khuzaimah yang sanadnya dihasankan oleh Al Bani).
  4. Rasulullah saw berabda,”Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar.” (HR. Muslim).
  5. Tak ada seorang pun yang tahu kapan tamu agung itu akan datang. Hanya Allah SWT yang mengetahui kapan malam yang lebih baik dari 1.000 bulan itu akan menghampiri hambanya. Terlebih, sebagai tamu agung, Lailatul Qadar hanya dianugerahkan kepada orang-orang yang mendapat taufik dan beramal saleh pada malam itu. 

Mengapa begitu? Supaya kita semakin giat mencarinya sepanjang hari, khususnya pada malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan.

Inilah Kemuliaan Keberkahan Keutamaan Lailatul Qadar


Berikut beberapa keutamaan kemuliaan malam lailatul Qadar dibandingkan malam-malam lainnya yang didapatkan pada sepuluh malam terakhir di bulan ramadhan antara lain adalah sebagai berikut seperti dilansir dari rumaysho.com :

Lailatul Qadar Lebih Baik Dari 1000 Bulan

Allah Ta’ala berfirman yang artinya :"Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadar: 3). An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341). 

Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar. (Zaadul Masiir, 9: 191). Ini sungguh keutamaan Lailatul Qadar yang luar biasa.

Inilah Tanda Ciri-Ciri Malam Lailatul Qadar

Lailatul Qadar Adalah Malam Yang Penuh Keberkahan

Allah Ta’ala berfirman yang artinya :"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhon: 3). 

Malam penuh berkah ini adalah malam ‘lailatul qadar’ dan ini sudah menunjukkan keistimewaan malam tersebut.

Lailatul Qadar adalah malam dicatatnya takdir tahunan

Allah Ta’ala berfirman yang artinya :"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS. Ad Dukhan: 4). Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya (12: 334-335) menerangkan bahwa pada Lailatul Qadar akan dirinci di Lauhul Mahfuzh mengenai penulisan takdir dalam setahun, juga akan dicatat ajal dan rizki. Dan juga akan dicatat segala sesuatu hingga akhir dalam setahun. Demikian diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Malik, Mujahid, Adh Dhohak dan ulama salaf lainnya.

Namun perlu dicatat -sebagaimana keterangan dari Imam Nawawi rahimahullah­ dalam Syarh Muslim (8: 57)– bahwa catatan takdir tahunan tersebut tentu saja didahului oleh ilmu dan penulisan Allah. Takdir ini nantinya akan ditampakkan pada malaikat dan ia akan mengetahui yang akan terjadi, lalu ia akan melakukan tugas yang diperintahkan untuknya.

Malam Penuh Ampunan

Salah satu keistimewaan malam Lailatul Qadar adalah pengampunan dosa bagi orang yang menghidupkan malam Lailatul Qadar. Sebuah hadist dari Abu Hurairah rs yang artinya “Barang siapa yang melaksanakan sholat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah SWT, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah lalu”.

Itulah beberapa keistimewaan malam Lailatul Qadar. Tentunya masih banyak keistimewaan-keistimewaan lainnya yang sudah tersirat dalam ayat serta hadist lain. Seperti yang diketahui, malam Lailatul Qadar merupakan malam dengan sejuta keistimewaan bagi orang muslim yang menghidupkannya dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.

Amalan Di Malam Lailatul Qadar

Malam lailatul qadar merupakan malam yang sangat ditunggu-tunggu. Kedatangannya sangatlah dinantikan dengan beberapa persiapan yang telah dilakukan. Malam inilah, para malaikat turun ke bumi karena melimpahnya rahmat yang turun. 

Oleh karena itu, jangan sampai kita membuang kesempatan yang sangat berharga dan hanya ada di bulan Ramadhan ini hanya lewat begitu saja. Persiapkan diri kita dengan melakukan amalan-amalan yang baik di sepuluh malam terakhir bulan suci Ramadhan.

Berikut ini ada beberapa Amalan-Amalan Sepuluh Malam Terakhir Ramadhan Malam Lailatul Qadar antara lain adalah sebagai berikut :

1. Biasanya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam ibadah seperti shalat, membaca Al-Quran dan berdoa dalam sepuluh malam akhir di bulan Ramadhan melebihi ibadahnya di malam selain Ramadhan.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiallahu’anha sesungguhnya Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biasanya Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki sepuluh malam terakhir menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya serta mengencangkan kainnya (semangat beribadah dan menghindari isterinya).”

Diriwayatkan pula oleh Ahmad dan Muslim, “Beliau bersungguh-sungguh (ibadah) pada sepuluh malam akhir melebihi kesungguhannya pada selain Ramadhan.”

2. Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk menunaikan qiyam sholat pada lailatul qadar dengan penuh keimanan dan penuh pengharapan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya beliau bersabda, “Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada malam lailatul qadar dengan iman dan harap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni,” (Muttafaq ‘alaihi).

3. Mengkhususkan suatu malam di bulan Ramadhan sebagai lailatul qadar, hal ini memerlukan dalil yang mengkhususkan malam tersebut, bukan malam lain. 

Akan tetapi pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir lebih besar kemungkinan dibandingkan malam lainnya, dan malam dua puluh tujuh lebih besar kemungkinannya sebagai malam lailatul qadar.

Kapan Malam Lailatul Qadar

Seperti pertanyaan banyak orang yang mendambaan bertemu dengan malam Lailatur Qadar, Kapankah terjadinya malam Lailatul Qadar?

Nabi kita shalallahu ‘alaihi wasallam memberitakan bahwasanya malam Lailatul Qadar terjadi pada malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana disebutkan didalam hadits berikut yang artinya :”Carilah malam malam Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhir.” (Muttafaqun ‘alaih)

Diantara keutamaan Lailatul Qadar diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Malam yang diberkahi, barangsiapa menghidupkan malam tersebut maka akan mendapatkan keberkahan dari Allah ta’ala.
  2. Malam ditetapkannya taqdir untuk satu tahun kedepan, maka perbanyaklah berdoa agar taqdir kita untuk satu kedepan adalah taqdir yang baik.
  3. Nilai ibadah dimalam tersebut setara dengan amal selama seribu bulan.
  4. Diampuninya dosa-dosa orang-orang yang menghidupkan malam tersebut dengan ibadah karena beriman kepada Allah dan mengharapkan pahala dari-Nya semata.
  5. Doa Malam Lailatul Qadar

Diantara doa yang paling utama yang diucapkan pada lailatul qadar adalah apa yang Nabi sallalahu ‘alaihi wa sallam ajarkan kepada Aisyah radhiallahu ‘anha. Diriwayatkan oleh Tirmizi dari Aisyah radhiallahu’anha berkata,

Aku berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui waktu malam Al Qadr, apakah yang mesti aku ucapkan pada saat itu?” Beliau menjawab, “Katakanlah, Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa, fa’fu’anni (Yaa Allah sesungguhnya engkau Maha pemberi ampunan, suka memberi pengampunan, maka ampunilah diriku ini).” (HR. Tirmidzi, HR Ibnu Majah).

Doa yang barokah ini sangat besar maknanya dan mendalam penunjukannya, banyak manfaat dan pengaruhnya, dan doa ini sangat sesuai dengan keberadaan malam lailatul qodar. Karena sebagaimana disebutkan di atas malam lailatul qodar adalah malam dijelaskan segala urusan dengan penuh hikmah dan ditentukan taqdir amalan-amalan hamba selama setahun penuh hingga lailatul qodar berikutnya. 

Maka barangsiapa yang dianugerahi pada malam tersebut al ‘afiyah (kebaikan) dan al’afwa (dimaafkan kesalahan) oleh Robbnya maka sungguh dia telah mendapat kemenangan dan keberuntungan serta kesuksesan dengan sebesar-besarnya. 

Barangsiapa yang diberikan al afiyah di dunia dan di akherat maka sungguh dia telah diberikan kebaikan dengan seluruh bagian-bagiannya. Dan tidak ada yang sebanding dengan Al ‘afiyah tersebut.

Demikian tentang kemuliaan dan keistimewaan malam Lailatur Qadar ini, Lailatul Qadar merupakan anugerah dari Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Itu diberikan agar mereka bisa mengejar ketertinggalan dari pahala-pahala dan kebaikan yang luput darinya, dan juga untuk menghapus kesalahan dan dosa-dosa dalam perjalanan hidupnya. Allah sayang kepada kita, hamba-Nya yang beriman, akankah kita juga sayang kepada diri kita sendiri dengan memanfaatkan malam yang mulia itu? Wallahu Ta'ala A'lam. 

Subhanakallohumma wa bi hamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik....

* * *

Cari Artikel