TATA CARA SHOLAT JENAZAH BESERTA DOA-DOANYA YANG BENAR

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Shalat-Mayit, Shalat-jenazah,
Shalat Jenazah
Sisa-Harimanusia---Salah satu sholat yang wajib dilaksanakan adalah sholat jenazah. Menshalati jenazah seorang muslim hukumnya fardhu/ wajib kifayah, karena adanya perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa hadits. Di antaranya hadits Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu, ia menceritakan: “Didatangkan jenazah seorang lelaki dari kalangan Anshar di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam agar beliau menshalatinya, ternyata beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalatilah teman kalian ini, (aku tidak mau menshalatinya) karena ia meninggal dengan menanggung hutang.” Mendengar hal itu berkatalah Abu Qatadah: “Hutang itu menjadi tanggunganku.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janji ini akan disertai dengan penunaian?”. “Janji ini akan disertai dengan penunaian,“ jawab Abu Qatadah. Maka Nabi pun menshalatinya”. Berikut ini akan Admin ringkaskan tentang tata cara  dan Doa-doa dalam sholat jenazah tersebut.

Berikut ini adalah rukun dalam sholat jenzah :

1. Niat
Setiap shalat dan ibadah lainnya kalo gak ada niat dianggap gak sah, termasuk niat melakukan Shalat jenazah. Niat dalam hati dengan tekad dan menyengaja akan melakukan shalat tertentu saat ini untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah : 5).

Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai niatnya." (HR. Muttafaq Alaihi).

2. Berdiri Bila Mampu
Shalat jenazah sah jika dilakukan dengan berdiri (seseorang mampu untuk berdiri dan gak ada uzurnya). Karena jika sambil duduk atau di atas kendaraan [hewan tunggangan], Shalat jenazah dianggap tidak sah.

3. Takbir 4 kali
Aturan ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk shalat Nabi ketika menyolatkan jenazah.

Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan beliau takbir 4 kali.
(HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)

Najasyi dikabarkan masuk Islam setelah sebelumnya seorang pemeluk nasrani yang taat. Namun begitu mendengar berita kerasulan Muhammad SAW, beliau akhirnya menyatakan diri masuk Islam.

4. Membaca Surat Al-Fatihah

5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW
6. Doa Untuk Jenazah (dipimpin imam)

Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
"Bila kalian menyalati jenazah, maka murnikanlah doa untuknya."
(HR. Abu Daud : 3199 dan Ibnu Majah : 1947).

Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :
"Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi’ madkhalahu, waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi."

7. Doa Setelah Takbir Keempat
Misalnya doa yang berbunyi :
"Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana wa lahu.."

8. Salam

Berikut ini adalah Tata Cara, Urutan dan Do'a Sholat Jenazah :

1. Lafazh Niat Shalat Jenazah :
"Ushalli ‘alaa haadzal mayyiti fardlal kifaayatin makmuuman/imaaman lillaahi ta’aalaa.."

Artinya:
"Aku niat shalat atas jenazah ini, fardhu kifayah sebagai makmum/imam lillaahi ta’aalaa.."

2. Setelah Takbir pertama membaca: Surat "Al Fatihah."

3. Setelah Takbir kedua membaca Shalawat kepada Nabi SAW : "Allahumma Shalli ‘Alaa Muhamad?"

4. Setelah Takbir ketiga membaca:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ

Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”

atau bisa secara ringkas :

"Allahummagh firlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu anhu.."

Artinya:
"Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat, sejahtera dan maafkanlah dia"

5. Setelah takbir keempat membaca:

"Allahumma la tahrim naa ajrahu walaa taftinnaa ba’dahu waghfirlanaa walahu.."

Artinya:
"Ya Allah janganlah kami tidak Engkau beri pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah kepada kami sesudahnya, dan berilah ampunan kepada kami dan kepadanya"

6. "Salam" kekanan dan kekiri.

Catatan: Jika jenazah wanita, lafazh ‘hu’ diganti ‘ha’.

Demikian tentang tata cara dan do'a sholat jenazah, semoga bisa menambah wawasan dan amaliah pembaca sekalian, terimakasih sudah berkunjung semoga bermanfaat.

Allahummaghfirlahu warhamu wa 'aafiihi wa'fu anhu.

* * *

ADAB BERDOA KEPADA ALLAH SWT AGAR DIKABULKAN

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

cara-berdua, berdoa yang baik, bedua khusu, anak berdoa,
Sisa-Harimanusia---Doa merupakan salah  satu bentuk ibadah yang paling penting, Berdoa artinya memohon atau meminta sesuatu yang bersifat baik kepada Allah SWT seperti meminta keselamatan hidup, rizki yang halal dan keteguhan iman. Kita dianjurkan berdoa kepada Allah setiap saat dikarenakan Allah akan selalu mendengar dan mengabulkan atas doa-doa hambanya.

sesuai dengan sabda Rasulullah saw., ”Doa itu adalah ibadah” (H.R. Tirmidzi). Sebagai suatu ibadah, berdoa hendaknya dilakukan dengan cara yang baik dan benar sebagai berikut.

1) Berdoa hanyalah ditujukan kepada Allah Swt. semata-mata, tidak boleh kepada benda-benda lain dan tidak boleh melalui perantaraan orang-orang yang sudah meninggal. Berdoa harus langsung ditujukan kepada Allah Swt. Rasulullah saw. telah memberi nasihat kepada Abdullah bin Abbas dengan sabdanya, ”Hai anak muda, aku akan mengajarimu beberapa kalimat yaitu ”Peliharalah ketetapan Allah niscaya Dia akan memeliharamu. Apabila engkau memohon, memohonlah kepada Allah. Apabila engkau meminta bantuan, mintalah bantuan kepada Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya, seandainya umat berhimpun untuk memberi sesuatu manfaat kepadamu, mereka tidak mampu memberimu kecuali sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu. Seandainya pun mereka berhimpun untuk menjatuhkan mudarat kepadamu, mereka tidak mampu menjatuhkannya kepadamu kecuali sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. untukmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran telah ditutup” (H.R. Tirmidzi).

2) Merendahkan suaranya sekadar dapat didengar sendiri atau orang yang ada di sisinya. Allah Swt. memuji Nabi Zakaria a.s. ketika beliau berdoa kepada Allah Swt., ”Inilah peringatan rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria. Seketika dia menyeru Tuhannya dengan seruan yang lemah lembut” (Q.S. Maryam: 2-3).

3) Berdoa harus disertai dengan usaha. Ali bin Abu Thalib r.a. berkata, ”Orang yang berdoa tanpa berusaha seperti pemanah tanpa busur.”

4) Merendahkan diri dan menundukkan hati. Allah Swt. berfirman, ”Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Q.S. Al A’raf: 55).

5) Hendaknya meminta yang pantas dan bermanfaat bagi dirinya. Seperti halnya doa Nabi Ibrahim a.s. yang meminta agar diberi anak yang saleh dan doa Nabi Muhamad saw. yang meminta agar diberi kemenangan pada Perang Badar.

6) Sebelum berdoa, hendaknya memuji Allah Swt. dan membaca selawat untuk Rasulullah saw. Beliau bersabda, ”Apabila salah seorang di antara kamu berdoa, hendaklah dia memulai dengan memuji Tuhannya yang Mahasuci lalu berselawat untuk Nabi Muhammad saw. Kemudian, berdoalah sesuai dengan yang diinginkan.” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).

7)  Memakai bahasa yang sederhana yang menunjukkan kerendahan hati. Lebih baik doa itu singkat dan padat. Tidak perlu dipanjang-panjangkan seperti orang berpidato atau membaca puisi. Lebih utama doa yang terdapat dalam Al Qur’an atau As Sunnah. Aisyah berkata, ”Rasulullah saw. menyenangi doa yang padat dan singkat dan meninggalkan doa yang tidak demikian” (H.R. Abu Daud).

Aisyah juga berkata, ”Jauhilah sajak dalam berdoa, karena Rasulullah saw. dan para sahabat tidak melakukan hal tersebut” (H.R. Ahmad).

8) Melaksanakan adab batin dalam berdoa yaitu menghadapkan diri sepenuhnya kepada-Nya dan berdoa kepada Allah Swt. dengan ikhlas. Allah Swt. berfirman, ”Maka sembahlah Allah Swt. dengan ikhlas kepadanya” (Q.S. Al-Mu’min: 65).

9) Yakin bahwa doanya akan dikabulkan oleh Allah Swt.. Tidak kecewa dan tidak gelisah bila doanya belum dikabulkan.

10)  Sering berdoa kepada Allah Swt. Rasulullah saw. bersabda, ”Tidak ada di bumi ini seorang muslim yang berdoa kepada Allah Swt. kecuali pasti Allah Swt. akan memberikan kepadanya, atau memalingkan kejelekan darinya, selama dia tidak berdoa untuk kejelekan dan memutuskan silaturrahim.” Lalu ada seseorang bertanya: ”Dengan demikian kita harus memperbanyak doa?” Rasulullah saw. menjawab, ”Allah Swt. Mahabanyak (rahmat-Nya)” (H.R. Tirmidzi). Maka dari itu, kita harus sering  berdoa kepada Allah Swt.

11) Isi doa harus baik. Misalnya memohon ampun, memohon kesehatan, dan memohon anak yang saleh. Tidak boleh mendoakan yang jelek untuk orang lain kecuali orang tersebut benar-benar zalim.

Rasulullah saw. bersabda, ”Apabila seseorang mengutuk (mendoakan keburukan) terhadap sesuatu, kutukan itu mengarah ke langit, tetapi pintu-pintu langit tertutup baginya. Kemudian kutukan itu turun ke bumi, tetapi pintu-pintu bumi juga tertutup baginya. Lalu, dia mengarah ke kanan dan ke kiri, kalau dia tidak mendapat tempat yang sesuai, dia menuju kepada orang yang dikutuk. Kalau yang dikutuk itu wajar menerimanya, jatuhlah kutukan itu atasnya. Kalau tidak wajar, ia kembali menimpa orang yang mengutuk” (H.R. Abu Daud).

Bagi orang yang benar-benar dianiaya, dia diperbolehkan untuk berdoa kepada Allah Swt. agar orang yang menganiaya tersebut mendapat hukuman dari Allah Swt.  Rasulullah saw. bersabda, ”Ada tiga orang yang doanya tidak ditolak yaitu orang yang berpuasa hingga berbuka, penguasa yang adil, dan doa orang yang teraniaya” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Doa tersebut pasti diterima sesuai dengan sabda Rasulullah saw. berikut, ”Sesungguhnya Allah Swt. itu Maha Hidup lagi Maha Pemurah.  Apabila seseorang menengadahkan kedua tangannya untuk berdoa, Dia malu untuk menolaknya dalam keadaan hampa dan sia-sia”  (H.R. Tirmidzi).

Rasulullah pun bersabda, ”Janganlah kalian pesimis dalam berdoa, karena sesungguhnya seseorang sekali-kali tidaklah akan celaka dengan sebab berdoa” (H.R. Hakim).

Seandainya doa tidak dikabulkan, maka Allah Swt. akan menggantinya dengan karunia lain yang lebih baik sebagaimana sabda Rasulullah saw., ”Tidaklah seorang muslim itu berdoa,  yang tidak dicampuri dosa dan dalam keadaan tidak memutuskan tali silaturahmi, melainkan Allah Swt. memberi kepadanya salah satu dari tiga hal: adakalanya doanya dikabulkan dengan segera ( langsung ), disimpan untuk di akhirat, atau dengan doa tersebut, ia dijauhkan dari keburukan sebesar kebaikan yang dimohonkannya” (H.R. Ahmad).

Demikianlah tentang adab berdoa yang semoga bisa dikabulkan oleh Allah SWT, terimakasih atas kunjungan dan kesediaan membaca artikel ini, semoga bermanfaat

MEMAHAMI MAKNA HIJRAH NABI MUHAMMAD SAW

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa: 100)

Waktu demi waktu telah kita lalui, banyak kisah yang telah terlewatkan, namun sedikit di antara kita yang menyadari atau mengerti akan esensi yang terkandung dalam sejarah yang pernah dilalui, padahal Allah tidak menjadikan suatu peristiwa dengan sia-sia. Ada ibrah (pelajaran) yang patut diambil dan diingat untuk dijadikan barometer terhadap kehidupan yang akan dijelang. “Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)


Banyak sejarah dan peristiwa yang telah digoreskan oleh nabi Muhammad saw. Di antara goresan sejarah yang sangat monumental dalam perjalanan hidup Rasulullah saw adalah peristiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari kota Mekkah ke kota Madinah. Dalam peristiwa tersebut tampak sosok manusia yang begitu kokoh dalam memegang prinsip yang diyakini, tegar dalam mempertahankan aqidah, dan gigih dalam memperjuangkan kebenaran. Sehingga sejarah pun dengan bangga menorehkan tinta emasnya untuk mengenang sejarah tersebut agar dapat dijadikan tolok ukur dalam pembangunan masyarakat madani dan rabbani, tegak di atas kebaikan, tegas terhadap kekufuran dan lemah lembut terhadap sesama muslim.

Pengertian Hijrah

Para ahli bahasa berbeda pendapat dalam mengartikan kata “hijrah” namun kesemuanya berkesimpulan bahwa hijrah adalah menghindari/menjauhi diri dari sesuatu, baik dengan raga, lisan dan hati. Hijrah dengan raga berarti pindah dari suatu tempat menuju tempat lain. Hijrah dengan lisan berarti menjauhi perkataan kotor dan keji. Sementara hijrah dengan hati berarti menjauhi sesuatu tanpa menampakkan perbuatan.

Makna hijrah menurut Al-Qur’an memiliki beberapa pengertian, dimana kata hijrah disebutkan dalam Al-Qur’an lebih 28 kali di dalam berbagai bentuk dan makna. Adapun makna hijrah itu sendiri seperti yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut.

Hijrah berarti mencela sesuatu yang benar karena takabur, seperti firman Allah, “Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji” (Al-Mu’minun: 67)
Hijrah berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah. Seperti firman Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”. (An-Nisa: 100)
Hijrah berarti pisah ranjang antara suami dan istri, seperti firman Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34)
Hijrah berarti mengisolir diri, seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (Maryam: 46)
Hakikat Hijrah
Dari makna hijrah di atas dan melihat perjalanan dakwah Rasulullah saw seperti yang terekam dalam ayat-ayat Al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa hakikat hijrah terbagi pada dua bagian, yaitu:

1. Mensucikan diri

Hijrah dalam arti menjauhi kemaksiatan dan menyembah berhala, seperti dalam firman Allah, “Dan perbuatan dosa, maka jauhilah” (Muddatstsir: 5) dan firman-Nya, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (Muzammil: 10)

Kedua ayat di atas turun di masa Rasulullah saw memulai dakwah, pada saat itu nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk menjauhi diri dari perbuatan keji dan mungkar dan dari mengikuti perbuatan syirik dan dosa seperti yang dilakukan oleh orang musyrik di kota Mekkah saat itu.

Di samping itu Allah juga memerintahkan kepada beliau untuk bersabar terhadap cacian, cercaan, makian, siksaan, intimidasi dan segala bentuk penolakan yang bersifat halus dan kasar, dan berusaha untuk menghindar dari mereka dengan cara yang baik.

Cara ini pula yang diterapkan oleh Rasulullah dalam berdakwah kepada para sahabatnya hingga pada akhirnya beliau berhasil mencetak generasi yang berjiwa bersih, berhati suci, bahkan membentuk generasi yang ideal, bersih dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, kokoh dan tangguh, dan memiliki ikatan ukhuwah islamiyah yang erat. Padahal sebelumnya mereka tidak mengenal Islam bahkan phobi terhadapnya, namun setelah mengenal Islam dan hijrah ke dalamnya, justru menjadi pionir bagi tegaknya ajaran Islam.

Kisah Umar bin Khathab ra, menarik untuk kita simak; beliau di masa awal dakwah sebelum memeluk Islam dikenal dengan julukan “penghulu para pelaku kejahatan”, namun setelah hijrah beliau menjadi pemimpin umat yang disegani, tawadhu dan suka menolong orang miskin, beliau menjadi tonggak bagi tegaknya ajaran Islam.

Begitupun dengan kisah Khalid bin Walid, Abu Sofyan dan sahabat yang lainnya, menjadi bukti konkret akan perjalanan hijrah mereka dari kegelapan, kekufuran dan kemaksiatan menuju cahaya Allah. Karena itu pula Rasulullah saw pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyah, sebaik-baik kalian di masa Islam, jika mereka mau memahami”.

Hijrah secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk kemaksiatan dan kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan perbuatan.

Hijrah juga merupakan sunnah para nabi sebelum Rasulullah saw diutus, dimana Allah memerintahkan para utusannya untuk melakukan perbaikan diri terlebih dahulu, seperti nabi Ibrahim, di saat beliau mencari kebenaran hakiki dan menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya saya akan pergi menuju Tuhan saya, karena Dialah yang akan memberi hidayah kepada saya”.

Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan iman kepada kaumnya, walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan mengancam akan membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan berkata, “Sesungguhnya saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana.” (Al-Ankabut: 26)

Hijrah ini sangatlah berat, karena di samping harus memiliki kesabaran, juga dituntut memiliki ketahanan ideologi dan keyakinan agar tidak mudah terbujuk rayuan dan godaan dari kenikmatan dunia yang fana, dan memiliki ketangguhan diri dan tidak mudah lentur saat mendapatkan cobaan dan siksaan yang setiap saat menghadangnya, berusaha membedakan diri walaupun mereka hidup di tengah-tengah mereka, karena ciri khas seorang muslim sejati “yakhtalitun walaakin yatamayyazun” (bercampur baur namun memiliki ciri khas tersendiri/tidak terkontaminasi).

Adapun urgensi dari hijrah ini sangatlah besar, dimana suatu komunitas tidak akan menjadi baik kalau setiap individu yang ada dalam komunitas tersebut telah rusak. Namun sebaliknya; baiknya suatu komunitas bergantung kepada individu itu sendiri. Karena–dalam rangka membentuk komunitas yang bersih, taat kepada Allah dan syariatNya– pengkondisian sisi internal melalui pembersihan jiwa dan raga dari segala kotoran, baik lahir maupun batin merupakan hal yang sangat mendasar sekali sebelum melakukan perbaikan terhadap sisi eksternal.

Demikianlah hendaknya yang harus kita pahami akan makna dan hakikat hijrah, dimana krisis multidimensi sudah begitu menggejala dalam tubuh umat Islam, dan diperparah dengan terkikisnya norma-norma Islam dalam tubuh mereka; perlu adanya pembenahan diri sedini mungkin, diawali dari diri sendiri, lalu setelah itu anggota keluarga, lingkungan sekitar dan masyarakat luas.

2. Pindah Dari Suatu Tempat Ke Tempat Yang Lain

Dalam ayat-ayat yang berkenaan tentang hijrah banyak kita temukan bahwa mayoritas dari pengertian hijrah adalah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, ataupun secara spesifik berarti pindah dari suatu tempat yang tidak memberikan jaminan akan perkembangan dan keberlangsungan dakwah Islam serta menjalankan syari’at Islam ke tempat yang memberikan keamanan, ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan syariat Islam tersebut.

Namun, hijrah dalam artian pindah tempat tidak akan berjalan dan terealisir jika hijrah dalam artian yang pertama belum terwujud. Karena bagaimana mungkin seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah) dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, meninggalkan keluarga, harta dan tempat tinggal ke tempat yang sama sekali belum dikenal, tidak ada sanak famili dan harta menjanjikan di sana kecuali dengan keimanan yang mantap dan keyakinan yang penuh terhadap Allah.

Dengan berhasilnya hijrah yang pertama secara otomatis mereka pun siap melakukan hijrah yang kedua, yang mana tujuannya adalah mempertahankan akidah walaupun taruhannya adalah nyawa. Siap meninggalkan segala apa yang mereka miliki dan cintai, siap berpisah dengan keluarga dan sanak famili, bahkan siap meninggalkan tanah kelahiran mereka.

Salah satu contoh konkret yang dapat dijadikan ibrah adalah hijrahnya Suhaib bin Sinan Ar-Rumi, seorang pemuda yang pada awalnya terkenal dengan lelaki yang ganteng dan rupawan, kaya raya, namun karena akidah yang sudah melekat di hatinya, beliau rela meninggalkan itu semua, karena orang kafir melarang beliau berhijrah jika hartanya ikut dibawa, akhirnya dengan berbekal seadanya beliau pun pergi melaksanakan hijrah, dan ketika Rasulullah saw mendengar kabar tersebut, beliau pun bersabda sambil memuji apa yang dilakukan Suhaib, “beruntunglah Suhaib, beruntunglah Suhaib!!”

Oleh karena beratnya perjalanan hijrah Allah memposisikannya sebagai jihad yang besar dan mensejajarkannya dengan iman yang kokoh. Kita bisa lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah menyebutkan kedudukan hijrah ini dan ganjaran bagi mereka yang melakukan hijrah.

Kedudukan Hijrah

Hijrah merupakan simbol akan iman yang hakiki (manifsetasi iman sejati), bahwa seorang yang berhijrah berarti telah mengikrarkan diri dengan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan aplikasi dari keimanan tersebut adalah siap dan rela meninggalkan segala sesuatu yang akan terjadi seperti hijrah demi mempertahankan akidah yang diyakini. Karena hakikat iman itu sendiri adalah pengakuan melalui lisan, dibenarkan dalam hati dan diaplikasikan dalam perbuatan, sedangkan hijrah di sini merupakan salah satu dari wacana tersebut. (Al-Baqarah: 218) (Al-Anfal: 72,74) (Al-Ahzab: 6)
Hijrah merupakan ujian dan cobaan, karena setiap orang yang hidup pasti akan mendapatkan suatu cobaan, terutama bagi orang yang beriman, sebesar apa keimanan seseorang maka sebesar itu pula cobaan, ujian dan fitnah yang akan dihadapi. Meninggalkan harta, keluarga, sanak famili dan tanah air merupakan cobaan yang sangat berat, apalagi tempat yang dituju masih mengambang, sangat tidak bisa dibayangkan akan kerasnya ujian dan cobaan yang dihadapi saat manusia sudah mengikrarkan diri sebagai hamba Allah. (16:110)
Hijrah sama derajatnya dengan jihad, karena hijrah merupakan salah satu cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri maka Allah SWT mensejajarkannya dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan jihad. (Al-Baqarah: 218), (Al-Anfal: 72,74)
Ganjaran Orang yang Berhijrah

Adapun ganjaran bagi orang yang melakukan hijrah karena Allah, maka bagi mereka ganjaran yang berlimpah dan tempat serta derajat yang tinggi di sisi Allah, hal ini bisa kita lihat dalam firman Allah yang berkenaan tentang ganjaran bagi orang berhijrah sebagai berikut:

Rezki yang berlimpah di dunia (An-Nisa: 100) (Al-Anfal: 79)
Kesalahan dihapus dan dosa diampuni (Ali Imran: 195)
Derajatnya ditinggikan oleh Allah (At-Taubah: 20)
Kemenangan yang besar (At-Taubah: 20, 100)
Tempat kembalinya adalah surga (At-Taubah: 20-22)
Mendapatkan ridha dari Allah (At-Taubah: 100)
Kalau kita lihat dari kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka yang mau mengorbankan diri dalam mempertahankan keimanan, mungkin tidak sebanding, karena begitu banyaknya kenikmatan yang diberikan, kenikmatan di dunia; berupa rezki yang berlimpah, kelapangan tempat tinggal, dan kenikmatan akhirat; dosa-dosa diampuni, derajat yang tinggi di sisi Allah, dan mendapatkan kemenangan yang besar serta surga yang luasnya seluas antara langit dan bumi sebagai tempat kembali yang kekal, namun yang lebih utama dari semua janji tersebut adalah mendapatkan ridha dari Allah, sehingga dengan ridha Allah dimana dan ke manapun orang yang diridhai itu berada dan pergi maka Allah akan selalu berada di sisinya, kehidupannya akan terjamin, dan yang lebih utama mendapat kenikmatan yang besar yaitu dapat melihat Allah di akhirat kelak.

Apakah Masih Relevan Melakukan Hijrah Pada Saat Ini?

Melihat kenyataan yang ada memang hijrah pada saat ini masih sangat relevan untuk diterapkan terutama yang berkaitan dengan hijrah nafsiyah (individu) dengan berusaha menjauhkan diri dari melakukan perbuatan yang menyimpang dan berusaha memperbaiki diri untuk bersih dari segala perbuatan kotor, sehingga hati, jiwa dan raga serta segala perbuatan menjadi suci. Dan setelah itu berusaha menghijrahkan keluarga, kerabat, lingkungan dan masyarakat yang ada di sekitarnya (terdekat), hingga pada akhirnya membentuk komunitas yang siap melakukan hijrah. “Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Wallahu a’lam. 

https://hikmah32.wordpress.com/2009/12/18/memahami-makna-hijrah-relevansinya-saat-ini/

ANTARA MEMBACA DENGAN KERAS ATAU LIRIH SURAT AL-FATIHAH

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sisa--Harimanusia--Pembacaan Al-Fatihah dan surah-surah lain dalam shalat ada yang membacanya keras dan ada yang lirh. Hal itu tergantung dari shalat yang  sedang dilakukan dan dilaksanakan urutan rakaat dalam shalat. Shalat yang melirihkan seluruh bacaannya (termasuk Al-Fatihah dan surah-surah lainnya). Shalat Sir contohnya adalah shalat Zuhur dan Shalat Ashar dimana seluruh bacaan shalat dalam shalat itu dilirihkan. Selain shalat Sir, terdapat pula shalat Jahr, yaitu shalat yang membaca dengan suara keras. Shalat Jahr yang berjamaan, Al-Fatihah dan surah-surah lain dibaca dengan keras oleh imam shalat. Sedangkan pada saat itu, makmum tidak diperbolehkan mengikuti bacaan Imam karena dapat mengganggu bacaan Imam dan hanya untuk mendengarkan Makmum diperbolehkan membaca (dengan lirih) apabila imam tidak mengeraskan suaranya. Sementara dalam Shalat Lail, bacaan Al-Fatihah diperbolehkan membaca keras dna diperbolehkan lirih, hal ini seperti yang tertera dalam hadits;
'
"Rasulullah bersabda, "Wahai Abu Bakar, saya telah le'wat di depan rumahmu ketika engkau shalat Lail dengan bacaan lirih. Abu Bakar 'menjawab. Wahai Rasulullah, Dzat yang aku bisiki sudah mendengar." Beliau bersabda kepada Umar, "Aku telah lewat di  depan rumahmu ketika kamu shalat Lail dengan bacaan keras." Jawabnya, "Wahai Rasulullah, aku membangunkan orang yang terlelap dan mengusir setan." Nabi SAW. Bersabda, "Wahai Abu Bakar, keraskan sedikit suaramu." dan kepada Umar beliau bersabda, "Lirihkan sedikit suaramu." 

Demikian, Allah maha mendengar, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kita lakukan...Wassalam..

KATA-KATA BIJAK TENTANG TERUS BERBUAT KEBAIKAN

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Seorang pemuda kehilangan sepatunya di laut,
lalu dia menulis di pinggir pantai ...
LAUT INI MALING ...

Tak lama datanglah nelayan yg membawa hasil tangkapan ikan begitu banyak, lalu dia menulis di pantai ...
LAUT INI BAIK HATI ...

Seorang pemuda tenggelam di lautan lalu ibunya menulis di pantai,
LAUT INI PEMBUNUH ...

Tak lama datanglah Seorang lelaki yg menemukan sebongkah mutiara di dalam lautan, lalu dia menulis di pantai..
LAUT INI PENUH BERKAH ...

Kemudian datanglah ombak besar dan menghapus semua tulisan di pantai itu !!!!!!

Maka .......

JANGAN RISAUKAN OMONGAN ORANG, KARENA SETIAP ORANG MEMBACA DUNIA DENGAN PEMAHAMAN DAN PENGALAMAN YANG BERBEDA.
.
Teruslah melangkah, selama engkau di jalan yang baik.
Meski terkadang kebaikan tidak senantiasa di hargai.

Ali bin abi thalib berkata:
"Jangan menjelaskan tentang diri mu kepada
siapa pun,
Karena yang menyukai mu tidak butuh itu,
Dan yang membenci mu tidak percaya itu.
.
Hidup bukan tentang siapa yang terbaik, tapi
Siapa yang mau berbuat baik.
.
Jangan menghapus Persaudaraan hanya karena sebuah Kesalahan ...
Namun Hapuslah kesalahan...
demi lanjutnya Persaudaraan..
.
Jika datang kepadamu gangguan...
Jangan berpikir bagaimana cara Membalas dengan yang lebih Perih, tapi berpikirlah bagaimana cara Membalas dengan yang lebih Baik.
.
Kurangi mengeluh teruslah berdoa dan berikhtiar.
Sibukkan diri dalam kebaikan. Hingga keburukan lelah mengikuti mu.”

Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1438 H

Cari Artikel