Home » , , » HUKUM SHALAT JENAZAH

HUKUM SHALAT JENAZAH

Sisa-Harimanusia---Mensholati jenazah seorang muslim hukumnya fardhu/ wajib kifayah, karena adanya perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa hadits. Di antaranya hadits Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu, ia menceritakan: “Didatangkan jenazah seorang lelaki dari kalangan Anshar di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam agar beliau menshalatinya, ternyata beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalatilah teman kalian ini, (aku tidak mau menshalatinya) karena ia meninggal dengan menanggung hutang.” Mendengar hal itu berkatalah Abu Qatadah: “Hutang itu menjadi tanggunganku.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janji ini akan disertai dengan penunaian?”. “Janji ini akan disertai dengan penunaian,“ jawab Abu Qatadah. Maka Nabi pun menshalatinya”.[1]

Dikecualikan dalam hal ini dua jenis jenazah yang tidak wajib dishalati, yaitu:
1. Anak kecil yang belum baligh, karena Nabi n tidak menshalati putra beliau Ibrahim ketika wafatnya sebagaimana diberitakan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha : “Ibrahim putra Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia dalam usia 18 bulan, beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menshalatinya”.[2]

2. Orang yang gugur fi sabilillah (syahid) karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menshalati syuhada perang Uhud dan selain mereka. Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu mengabarkan: “Syuhada perang Uhud tidak dimandikan, dan mereka dimakamkan dengan darah-darah mereka, juga tidak dishalati kecuali jenazah Hamzah”.[3]

Kedua golongan di atas, kalaupun hendak dishalati maka tidak menjadi masalah bahkan hal ini disyariatkan. Namun pensyariatannya tidaklah wajib. Kenapa kita katakan hal ini disyariatkan? Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah pula menshalati jenazah anak kecil seperti tersebut dalam hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha : “Didatangkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam jenazah anak kecil dari kalangan Anshar, beliau pun menshalatinya…”[4]

Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menshalati jenazah seorang A‘rabi (Badui) yang gugur di medan jihad. Syaddad ibnul Haad berkisah:
“Seorang lelaki dari kalangan A‘rabi datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia pun beriman dan mengikuti beliau. Kemudian ia berkata:

“Aku berhijrah bersamamu.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada beberapa shahabatnya untuk memperhatikan A‘rabi ini. Ketika perang Khaibar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan ghanimah, beliau membaginya, dan memberikan bagian kepada A‘rabi tersebut dengan menyerahkannya lewat sebagian shahabat beliau. Saat itu si A‘rabi ini sedang menggembalakan tunggangan mereka. Ketika ia kembali, mereka menyerahkan bagian ghanimah tersebut kepadanya.

“Apa ini ?” tanya A’rabi tersebut.

“Bagian yang diberikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam untukmu,” jawab mereka.

A‘rabi ini mengambil harta tersebut lalu membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, seraya bertanya: “Harta apa ini?”

“Aku membaginya untukmu,” sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Bukan untuk ini aku mengikutimu, akan tetapi aku mengikutimu agar aku dipanah di sini – ia memberi isyarat ke tenggorokannya– hingga aku mati, lalu masuk surga,” kata A’rabi.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bila engkau jujur terhadap Allah (dengan keinginanmu tersebut), niscaya Dia akan menepatimu.”

Mereka tinggal sejenak. Setelahnya mereka bangkit untuk memerangi musuh (A‘rabi turut serta bersama mereka, akhirnya ia gugur di medan laga) Ia dibopong ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, setelah sebelumnya ia terkena panah pada bagian tubuh yang telah diisyaratkannya.

“Apakah ini A’rabi itu?” tanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Ya,“ jawab mereka yang ditanya.

“Dia jujur kepada Allah maka Allah pun menepati keinginannya,” kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian Nabi mengafaninya dengan jubah beliau. Setelahnya, beliau meletakkannya di hadapan beliau untuk dishalati. Di antara doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam shalat jenazah tersebut: “Ya Allah, inilah hamba-Mu, dia keluar dari negerinya untuk berhijrah di jalan-Mu, lalu ia terbunuh sebagai syahid, aku menjadi saksi atas semua itu”.[5]

Sumber: Ibid-/abid sbb:

[1] HR. An-Nasa`i

[2] HR. Abu Dawud

[3] HR. Abu Dawud

[4] HR. An-Nasa`i

[5] HR. Abdurrazzaq no. 6651, An-Nasa`i no. 1953, Ath-Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar no. 2818 dan selainnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Artikel